Belajar Antikorupsi dari Film
Sumber : http://kopikeliling.com/wp-content/uploads/2012/01/KvsK.jpg
Pada tanggal 26 Januari 2012, KPK melaunching film layar lebar berjudul “Kita Versus Korupsi” atau disingkat “KVsK”. Film berdurasi 74 menit yang terdiri dari empat film pendek berjudul “Aku Padamu” karya Lasja F. Susatyo, “Rumah Perkara” karya Emil Heradi, “Selamat Siang Risa” karya Ine Febrianti, dan “Psssttt... Jangan Bilang Siapa-Siapa” karya Chairun Nisa.
Melalui film ini, diharapkan masyarakat dapat mencerna pesan yang disampaikan dengan lebih mudah. Melalui film ini juga KPK ingin menginisiasi dukungan masyarakat terhadap upaya pencegahan korupsi (KPK, 2012).
Film Rumah Perkara
Pada awal cerita film ini, tampak seorang lurah, bernama Yatna (dimainkan oleh Teuku Rifnu Wikana) yang berjanji mensejahterahkan rakyatnya, seperti memperbaiki posyandu, sekolah-sekolah, termasuk melindungi rakyatnya. Adanya rencana proyek yang akan mengubah desanya menjadi real estate, perumahan, mall, dan bangunan-bangunan lain menjadi masalah bagi lurah tersebut.
Atas desakan para investor dan camatnya (yang telah menandatangi perjanjian), lurah tersebut akhirnya menandatangani surat-surat yang dibutuhkan. Konflik terjadi, ketika salah satu warga, yaitu seorang janda (Ella yang dimainkan oleh Ranggani Puspandya), simpanan lurah tersebut menolak pindah dari tempat tersebut. Meski akhirnya, dengan penuh kekecewaan surat tanah didapatkan, segalanya telah terlambat.
Sebuah cara keji dilakukan untuk mengusir perempuan tersebut, yaitu dengan cara membakar rumahnya. Janda tersebut tetap bertahan di dalam rumah, dan tidak disangka-sangka, anak pak lurah tersebut ikut masuk ke rumah janda tersebut untuk mencari ayahnya.
Habis sudah, tinggal penyesalan yang ada pada lurah tersebut.
Film Aku Padamu
Pada film ini diceritakan, sepasang kekasih, yaitu Laras (dimainkan oleh Revalina S. Temat) dan Vano (dimainkan oleh Nicholas Saputra) datang ke KUA untuk mengurus pernikahan mereka.
Sampai di sana, urusan surat-surat tidak beres karena tidak membawa kartu keluarga dari pihak perempuan (Laras). Vano kemudian berinisiatif untuk menggunakan jasa calo dalam KUA tersebut, untuk mengurus surat-surat yang dibutuhkan.
Laras tersebut tidak setuju dengan niat kekasihnya. Dia teringat tentang gurunya (Pak Markun yang dimainkan oleh Ringgo Agus Rahman) yang tidak memberikan uang sogokan untuk mengurus dirinya dari guru honorer menjadi guru tetap. Dan pihak yang mengurus gurunya tersebut adalah ayahnya sendiri.
Guru tersebut tidak mau menyerah. Meski akhirnya dia harus berhenti dari pekerjaannya sebagai guru, dia rela asalkan bisa dekat dengan murid-muridnya. Salah satunya dengan menjadi penjual balon. Guru tersebut akhirnya meninggal. Dia rela hidup susah ketimbang menyogok ayah si wanita.
Dari kejadian yang menimpa gurunya tersebut, si wanita menghendaki kekasihnya dalam memperjuangkan cinta mereka tetap menghargai kejujuran.
If you wanna do right thing, lets do its right way.
Itulah dialog yang mengakhiri film tersebut.
Film Selamat Siang, Risa
Pada film ini diceritakan tentang kehidupan yang dijalani suatu yang sederhana. Arwoko (diperankan oleh Tora Sudiro), bekerja di pabrik, bagian gudang sedangkan istrinya menjadi tukang jahit.
Pada suatu ketika anaknya yang kecil sakit, dan mereka tidak mampu membeli obat (dalam film tersebut hanya mampu menebus separuh obatnya). Dalam keadaan yang sulit tersebut ada seseorang yang bermaksud menyewa gudang pabrik untuk menaruh beras yang akan akan tiba.
Dalam perekonomian yang sulit, ternyata ada pihak-pihak yang bermaksud menimbun beras agar bisa dijual lebih mahal di kemudian hari. Suatu dilema, ketika di satu sisi Arwoko itu butuh uang tetapi di sisi lain, kejujuran harus ditegakkan.
Akhirnya ketimbang memberikan gudangnya, meskipun dengan imbalan uang yang banyak. Lelaki tersebut memilih menjalani kehidupan sebagaimana biasa.
Film “Psssttt... Jangan Bilang Siapa-Siapa”
Pada film ini diceritakan kejadian di suatu sekolah, yaitu adanya jual beli buku pelajaran yang dilakukan seorang guru (atas perintah kepala sekolahnya).
Ada tiga sahabat sebut saja Gita, Olla, dan Echi. Gita membeli buku pelajaran pada Echi. Ternyata buku yang dijual harganya jauh lebih mahal ketimbang di toko buku. Diceritakan juga, bahwa siswa yang tidak membeli buku di sekolah akan mendapat nilai yang jelek (yaitu Gita). Echi, sebagai bendahara, yang bertugas menjual buku mendapat fee dari gurunya. Ketika uang tersebut disetor kepada pihak sekolah (mungkin koperasi), uangnya sudah berkurang juga karena dipotong oleh kepala sekolahnya.
Kehidupan Olla di rumah sebenarnya juga tidak jauh berbeda. Ketika dia membutuhkan uang 50 ribu untuk beli tersebut, dia minta 300 ribu pada ibunya, Dan Ibunya minta 500 ribu pada sang ayah. Demikian juga, sang ayah di kantor juga biasa melakukan hal yang sama.
Melalui keempat film pendek tersebut, kita banyak belajar bahwa kasus korupsi dalam berbagai bentuknya. Seperti ancaman, penyuapan, ketidakjujuran, bonus dan sebagainya yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dirimu adalah cerminan keluargamu dan hal-hal besar diawali dari hal-hal kecil (dialog dalam film “Aku Padamu”), merupakan nasehat yang mengena. Hal-hal kecil seperti menyuap pegawai KUA untuk membantu melancarkan surat-surat pernikahan dianggap sebagai hal yang sepele. Atau bonus dari menjualkan buku sebagai yang lumrah. Padahal kalau lebih didalami, pada kedua hal tersebut tersembunyi bentuk-bentuk korupsi yang lain.
0 comments:
Post a Comment