Thursday, December 4, 2014

Sejarah Korupsi di Indonesia (1) : Zaman Kerajaan-Kerajaan

Masa lalu mengajari kita dari hal yang baik sampai hal yang buruk.
Kembali pada diri kita mau belajar atau tidak
image
Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/ commons/c/c1/Majapahit_Empire_id.svg
Amatilah peta di atas.
Hayam Wuruk, yang bergelar Sri Rajasanegara, bersama-sama dengan Mahapatih Gajah Mada berhasil membawa Majapahit dalam puncak keemasan dengan Sumpah Palapanya. Wilayah kekuasaannya membentang dari Sumatera hingga Maluku dan Papua, bahkan meliputi beberapa daerah di daratan Asia Tenggara.
Gajah Mada dengan sumpahnya yang Namun setelah wafatnya Gajah Mada, kerajaan Majapahit mengalami kemunduran. Apalagi setelah Hayam Wuruk meninggal, terjadilah kemelut politik berupa pemberontakan dan perang saudara.

Di Indonesia, korupsi telah ada sejak zaman dulu. Tentunya bukan dengan nama korupsi. Pada zaman dulu kerajaan-kerajaan menarik upeti (pajak) dari rakyatnya. Dalam penarikan upeti tersebut, banyak pejabat pemerintahan yang tidak jujur. Salah satunya dengan cara menggelapkan pajak yang harusnya sampai ke kerajaan. Bentuk korupsi yang lain, adalah dengan memberikan janji atau upah pada seseorang untuk membunuh musuh-musuhnya.
Keruntuhan kerajaan-kerajaan besar di Indonesia
Keruntuhan kerajaan-kerajaan di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah perilaku yang menjurus ke arah korupsi dari para pejabat-pejabatnya. Korupsi tersebut bisa dalam bentuk mengambil barang yang bukan haknya, menipu, menjebak, menyuap, memberi keterangan palsu, membocorkan rahasia dan sejenisnya.
Mari kita ambil salah satu contoh, yaitu peristiwa yang terjadi di kerajaan Singosari.
Sejarah mencatat, bahwa di Singosari terjadi perebutan kekuasaan secara turun menurun. Kematian keturunan raja-raja Singosari bukan sekedar karena kutukan Empu Gandring atas Ken Arok. Tapi di dalamnya penuh dengan intrik-intrik kotor. Awalnya, Ken Arok, seorang pemuda berandal, membunuh Empu Gandring untuk membuktikan bahwa keris pesanannya benar-benar sakti. Dalam versi lain, Ken Arok marah kepada Empu Gandring karena keris pesanannya belum jadi saat mau diambil. Empu Gandring yang tidak menyangka atas perbuatan Ken Arok kemudian memberi kutukan, jika keris buatannya tersebut akan membunuh tujuh keturunan Ken Arok.
Ken Arok kemudian mengabdi di Tumapel, yang waktu itu dipimpin oleh Tunggul Ametung. Kebo Ijo, seorang kepercaayaan Tunggul Ametung, menjadi sahabatnya. Pada waktu itu, Kebo Ijo tertarik dengan keris milik Ken Arok dan dia bermaksud meminjamnya. Ken Arok pun meminjamkannya. Kemana-mana Kebo Ijo memakai keris itu, sehingga orang-orang Tumapel menganggap keris tersebut milik Kebo Ijo.
Pada suatu malam, Ken Arok mencuri keris yang dipinjamkannya. Kemudian dia menyusup ke kamar Tunggul Ametung dan membunuhnya. Keris buatan Empu Gandring dibiarkan menancap di dada Tunggul Ametung. Pagi harinya, orang-orang geger dan langsung menuduh Kebo Ijo yang melakukannya. Kebo Ijo, juga mati karena keris tersebut. Ken Arok akhirnya memperistri Ken Dedes (istri Tunggul Ametung) yang cantik jelita.
Ketika Ken Dedes dinikahi oleh Ken Arok, dirinya sedang mengandung anak dari Tunggul Ametung. Setelah lahir anak tersebut diberi nama Anusapati. Setelah besar, Anusapati tahu bahwa ayahnya, Tunggul Ametung, sebenarnya mati dibunuh oleh Ken Arok. Kemudian Anusapati minta bantuan Ki Pengalasan untuk membunuh Ken Arok menggunakan keris yang sama. Setelah membunuh Ken Arok, Ki Pengalasan lari minta perlindungan pada Anusapati. Tapi Anusapati justru membunuhnya, untuk menghilangkan jejak. Cerita itu terus berlanjut, sampai akhirnya Anusapati dibunuh oleh Tohjaya , anak dari Ken Umang (selir Ken Arok) ketika menemaninya main sabung ayam.
Tohjaya pun naik tahta menggantikan Anusapati. Begitu seterusnya, Tohjaya terbunuh digantikan oleh Ranggawuni (putra Anusapati). Setelah Ranggawuni meninggal, kemudian digantikan oleh Kertanegara. Kertanegara gugur dalam peperangan.
Demikianlah, kisah perebutan kekuasaan yang tragis. Pembunuhan-pembunuhan terjadi silih berganti. Nilai-nilai kemanusiaan seolah-olah tidak ada artinya. Berbagai tipu daya digunakan untuk mengalahkan lawannya. Perilaku-perilaku suap, cara-cara licik terjadi turun-menurun.
Dari sejarah, kita juga mencatat bahwa keruntuhan kerajaaan-kerajan besar, seperti Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Demak, serta banyak kerajaan lain disebabkan oleh perebutan kekuasaan. Dalam perebutan kekuasaan ini, dipastikan ada pejabat yang culas, suka memperkaya diri, mengabaikan moral dan sebagainya.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Buku Melawan Korupsi

Buku Melawan Korupsi

Youtube