Pasca Kemerdekaan
Bukan hal yang aneh, ketika masa perang sebelum maupun pasca kemerdekaan, banyak orang-orang pribumi yang menginginkan hidup makmur dengan menjadi antek-antek penjajah. Mereka hidup dengan mewah dengan memakan harta pribumi. Misalnya dengan menjadi centeng (tukang pukul) untuk mengambil upeti (pajak), maupun menjadi mata-mata musuh.
Pada pemerintahan Sukarno, telah dibentuk dua kali Badan Pemberantasan Korupsi yaitu Paran (Panitia Retooling Aparatur Negara) dan Operasi Budhi. Sejarah mencatat, bahwa upaya penanggulangan korupsi itu tidak berjalan.
Pasca kepemimpinan Sukarno, dimulailah Orde Baru yang mengukuhkan Soeharto sebagai presiden selama 32 tahun. Pada masa pemerintahan Suharto ini korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) mengalami puncaknya. Pada era pemerintahan Suharto ini, korupsi telah melembaga. Terutama dilakukan oleh Suharto dan keluarga serta kroni-kroninya. Semasa pimpinan Suharto, juga dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung.
Di era reformasi, pasca pemerintahan Suharto, B.J. Habibie mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Beliau juga membentuk Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk, maka tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK. Sampai sekarang, tinggal KPK sebagai satu-satunya lembaga pemberantasan korupsi.
Sejarah korupsi di Indonesia terus berlanjut. Praktik korupsi bukan hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, bahkan merata ke daerah-daerah sesuai dengan tuntunan otonomi daerah.
Bukan hal yang aneh, ketika masa perang sebelum maupun pasca kemerdekaan, banyak orang-orang pribumi yang menginginkan hidup makmur dengan menjadi antek-antek penjajah. Mereka hidup dengan mewah dengan memakan harta pribumi. Misalnya dengan menjadi centeng (tukang pukul) untuk mengambil upeti (pajak), maupun menjadi mata-mata musuh.
Pada pemerintahan Sukarno, telah dibentuk dua kali Badan Pemberantasan Korupsi yaitu Paran (Panitia Retooling Aparatur Negara) dan Operasi Budhi. Sejarah mencatat, bahwa upaya penanggulangan korupsi itu tidak berjalan.
Pasca kepemimpinan Sukarno, dimulailah Orde Baru yang mengukuhkan Soeharto sebagai presiden selama 32 tahun. Pada masa pemerintahan Suharto ini korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) mengalami puncaknya. Pada era pemerintahan Suharto ini, korupsi telah melembaga. Terutama dilakukan oleh Suharto dan keluarga serta kroni-kroninya. Semasa pimpinan Suharto, juga dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung.
Di era reformasi, pasca pemerintahan Suharto, B.J. Habibie mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Beliau juga membentuk Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk, maka tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK. Sampai sekarang, tinggal KPK sebagai satu-satunya lembaga pemberantasan korupsi.
Sejarah korupsi di Indonesia terus berlanjut. Praktik korupsi bukan hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, bahkan merata ke daerah-daerah sesuai dengan tuntunan otonomi daerah.